Kamis, 12 Juli 2012

Kesadaran Diri (Self-Conciousness)


Hakikatnya bahwa perubahan itu bernilai positif manakala berjalan menurut keteraturan sesuai proporsinya (sarat-etik). Faktanya, perubahan bergerak tidak lagi linear bahkan menjadi berlebihan (netral etik). Pada titik itulah, saat perubahan dimaknai melewati batas-batas keteraturan (order) menimbulkan kebekuan, stagnasi, bahkan keterasingan, selanjutnya dirasakan manjadi kerumitan (complexcity) bahkan keasemrawutan (chaos).
Robbanaa maa kholaqta haadzaa baathilaa subhaanaka faqinaa ‘adzaabannar, “ Tuhan kami, tidaklah engkau ciptakan semua sia-sia. Maha suci Engkau! (Hanya Engkau yang Mahasempurna, kami dlaif penuh kesalahan). Karenanya (ampunilah kami), jauhkanlah kami dari siksa neraka (QS. Ali Imran 3: 191). Sebenarnya semua kejadian yang Allah ciptakan  di dunia (termasuk proses kehidupan) tidak ada yang sia-sia. Ada hikmah di dalamnya dan akan bernilai bagi manusia yang berfikir.
Diperlukan kesadaran (consciousness), kesadaran diri (self-consciousness), kesadaran koliektif (colective-consciousness) , dan kesadaran satu dan lainnya mutlak. Sadar-sesadarnya; sebagai dasar kemampuan untuk mampu berselancar (surfing on chaos) diantaranya, agar tidak terbenam dalam complexcity, chaos, apalagi deep chaos. Setelahnya, upaya membangun paradigma baru masa depan dengan membangun integritas pendidikan, terutama membangun kecerdasan jamak (multiple inteligences) dan kecerdasan al-qalbiah.
Mujib dan Mudzakir (2002), membagi kecerdasan al-qalbiah menjadi sembian belas nuansa, yakni: kecerdasan al-ikhbbat; kecerdasan al-zuhud; kecerdasar al- wara; kecerdasar ar-raja; kecerdasan al-ri’ayah; kecerdasan al-muqorobah; kecerdasan al-ikhlas; kecerdasan al-istiqomah; kecerdasan al-tawakal; kecerdasan al-shabr; kecerdasan al-ridha; kecerdasan al-syukr; kecerdasan al-baya; kecerdasan al-shidq; kecerdasan al-itsr; kecerdasan al-tawadhu; kecerdasan al-muruah; kecerdasan al-qonaah; kecerdasan al-taqwa.
Diwajibkan untuk memperbanyak upaya dan ikhtiar, memulai terapi penyembuhan terutama bidang  pendidikan (kawah-candradimuka) transformasi nilai sebagai perekat (magnetting force) dan pendorong (driving force)  dengan kembali pada konsep-konsep Ilahiah, mengembangkan kecerdasan jamak (multiple intelegences), terutama kecerdasan al-qolbiah, karena disadari bahwa filsafat positivistik dan rasionalistik  mengalami kegagalan dan kegersangan serta tidak mampu menghantarkan manusia pada hakikat kesejateraan kesejagatan (baldatun toyyibatun wa robbun gofur). Wallohualam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar